Selasa, 07 Juli 2009

Revitalisasi Platform PPP Sebagai Partai yang Merakyat


Tuntutan masyarakat terhadap peran partai politik sebagai salah satu sumber solusi dari berbagai persoalan hidup semakin besar, seiring dengan semakin vitalnya peran partai politik sebagai institusi untuk menyerap aspirasi masyarakat di samping sebagai sumber rekruitmen kepemimpinan bangsa. Partai politik diharapkan dapat melahirkan sebuah kerja konkret yang nantinya dapat diimplementasikan dalam penuntasan agenda masalah bangsa.
Sebagai sebuah partai yang sudah lama berkiprah di Indonesia, PPP tidak bisa melepaskan diri dari tuntutan di atas. Apalagi partai ini termasuk partai yang paling tua atau kalau meminjam bahasa agama termasuk "as-sabiquna al-awwalun", di samping Golkar dan PDI (kemudian berganti menjadi PDI Perjuangan), sehingga secara moral harus mampu menjadi lokomotif bagi tersalurnya aspirasi masyarakat.
Wajar, jika kemudian muncul angan-angan agar partai ini tidak sekadar menghasilkan pernyataan sikap atas perkembangan politik yang ada, tetapi lebih dari itu mampu memberi penegasan kepada masyarakat akan cita-cita serta pandangan PPP dalam menata dan menghantarkan negara menuju masa depan yang jauh lebih cerah.
Karenanya, dalam setiap even, baik itu Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) maupun Muktamar harus tidak boleh hanya terfokus pada upaya redistribusi kekuasaan di partai maupun di pemerintahan, melainkan juga membicarakan penegasan platform PPP yang berisi tentang ide, gagasan, dan pandangan PPP secara menyeluruh tentang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Forum Khusus
DPP PPP perlu secara serius melakukan kajian berbagai persoalan dan merespon ide dan gagasan dari seluruh masyarakat, terutama dari Pimpinan Wilayah dan Pimpinan Cabang, Pimpinan Ranting, bahkan juga Pimpinan Anak Ranting, sehingga berbagai persoalan yang muncul di kalangan konstiuen PPP secara khusus dan di kalangan masyarakat secara umum mendapatkan kanalisasi untuk segera diselesaikan.
Untuk itu, perlu ada forum khusus di mana fungsionaris partai dari berbagai tingkatannya hanya membicarakan aspirasi yang berkembang di kalangan masyarakat luas dan bagaimana cara menyelesaikannya. Di forum inilah akan terjadi adu argumentasi seputar program-program nyata yang bermanfaat bagi semua pihak -- baik kader PPP maupun masyarakat umum --dengan lebih komprehensif, jelas dan definitif. Hal ini tentu bisa dicapai jika konsolidasi internal dalam PPP berlangsung secara solid, di mana segala macam perbedaan mendapatkan saluran yang tepat untuk dikomunikasikan dan diselesaikan.
Kebutuhan akan platform partai dirasa semakin penting, ketika geliat PPP dalam mensikapi perkembangan dinamika politik nasional dan agenda masalah bangsa terlihat kerapkali mengabaikan kepentingan publik dan tuntutan reformasi, baik disadari atau tidak. Padahal, sebagai pengemban agenda reformasi sekaligus misi moral Islam, tanggung jawab PPP seharusnya jauh lebih berat dibandingkan dengan parpol lain. PPP tidak hanya bertanggungjawab pada rakyat pemilih dan konstituennya, tetapi juga secara moral - sebagai partai berazas Islam - mengemban prinsip amar ma'ruf nahi munkar.
Ironisnya pengingkaran atas prinsip diatas hampir berulang berkali-kali. Salah satu contoh adalah gagalnya pembentukan Pansus Buloggate II yang melibatkan Akbar Tandjung, yang bagi sebagian besar masyarakat merupakan "tragic ending" yang memilukan bagi upaya pemberantasan korupsi. PPP, yang pada kasus Buloggate I (yang berakhir pada lengsernya KH. Abdurrahman Wahid sebagai Presiden) menjadi pelopor sekaligus mendudukkan kadernya sebagai Ketua Pansus, pada kasus Buloggate II justru sejak jauh-jauh hari telah menentang keras pembentukan pansus; dengan alasan "serahkan pada proses pengadilan" serta "demi stabilitas politik." Sikap seperti ini patut dipertanyakan, karena bagaimana mungkin PPP bisa begitu percaya dengan proses pengadilan, padahal cerita di pengadilan seringkali jauh dari realitas sebenarnya. Logika, "demi supremasi hukum maka jangan campuri pengadilan", menjadi tidak relevan dengan banyaknya kejanggalan dalam penyelesaian kasus tersebut. Lantas, jika stabilitas politik yang dijadikan sandaran PPP; tentu akan timbul kembali pertanyaan, mana sesungguhnya yang dipilih PPP, kekuasaan sesaat atau clean government? berpihak pada kepentingan kelompok tertentu ataukah rakyat ?
Salah satu contoh tersebut memberi gambaran bahwa PPP belum mempunyai platform yang jelas mengenai pemberantasan Korupsi, kolusi, dan Nepotisme (KKN), bahkan mungkin sejumlah agenda bangsa lain, baik masalah ekonomi, politik, pendidikan, sosial budaya, dan hankam. Padahal, sejatinya partai politik harus mampu merespon permasalahan bangsa secara genial dan lugas, jelas akan berpengaruh dalam menarik simpati rakyat. Begitupun jika sikap yang ditunjukkan PPP juga mengingkari tuntutan rakyat. Dapat dipastikan, citra diri (self image) sebagai parpol berazas Islam yang menjunjung tinggi akhlak al-karimah dan nilai-nilai kebenaran, perlahan-lahan tentu akan pudar dari ingatan kolektif rakyat. Dan, itulah harga mahal yang harus dibayar, jika sikap PPP hanya diorientasikan pada kebutuhan kekuasaan, bukan pada tuntutan hati nurani rakyat.
Platform partai menjadi kebutuhan yang tak bisa ditawar, setidaknya untuk mencegah penyimpangan atas agenda reformasi yang telah digariskan oleh elemen mahasiswa, rakyat, dan konstituen PPP. Timbulnya bermacam pertanyaan dari rakyat di daerah seputar ketidakkonsistenan PPP dalam merespon tuntutan reformasi, sungguh sangat sulit dijawab oleh para pengurus di Pimpinan Wilayah dan Cabang. Apa yang harus dijawab oleh kader-kader partai di daerah, jika para elite-nya di pusat justru melakukan pengingkaran terhadap agenda reformasi. Karenanya, jika ada panduan menyeluruh tentang strategi penyelesaian agenda masalah bangsa oleh PPP, jelas akan memudahkan fungsi kontrol yang akan dilakukan oleh Pimpinan Wilayah, Cabang, dan konstituen PPP terhadap kebijakan-kebijakan yang digulirkan oleh DPP PPP maupun Fraksi PP di DPR.
Keberadaan platform yang tegas dan komprehensif menjadikan rakyat lebih mudah menilai secara menyeluruh, rasional dan objektif. Karena, yang harus diingat, saat ini rakyat adalah komunitas cerdas yang tak mudah ditipu dengan retorika janji kampanye. Rakyat kini telah mempunyai keberanian mengkritisi dan memberi hukuman atas pelanggaran janji kampanye parpol. Parpol yang lalai dengan janji yang disuarakan saat kampanye bisa jadi segera ditinggalkan konstituennya dan mengharamkannya untuk dipilih di Pemilu tahun berikutnya.

Platform yang Merakyat
Untuk itu, menyambut Pemilu 2009, PPP harus segera menyusun berbagai platform yang lebih konkret dan membumi, dengan kriteria dan tolak ukur yang jelas, sehingga masyarakat bisa merasakan keberadaan PPP. Platform ini harus merupakan jati diri dari langkah politik PPP dalam kehidupan bernegara. Dengan platform ini, rakyat diajak berkomunikasi secara verbal dan argumentatif dalam menyikapi agenda masalah bangsa. Rakyat-pun dibiasakan melihat partai bukan karena kharisma seseorang, tetapi kecerdasan ide dan gagasannya. Karena demokrasi sesungguhnya bukan janji kampanye Pemilihan Umum tetapi "perang intelektual" dan "perang karya nyata" melalui kecerdasan dalam mencetuskan platform, dan mengimplementasikannya melalui langkah politik secara konsekuen.
Lantas, bagaimana bentuk sesungguhnya platform PPP tersebut? Tentu, platform yang dibangun harus dengan landasan sikap akhlaq al-karimah dan amar ma'ruf nahi munkar. Aksentuasi platform dibingkai oleh falsafah nilai-nilai luhur Islam. Karena, disinilah, awal citra partai dibangun, yaitu dari perpaduan kondisi riil masyarakat dan falsafah keagamaan sebagai upaya untuk menyelesaikan persoalan masyarakat. Untuk menilai apakah paltform tadi terlaksana, kita bisa mengajukan serangkaian pertanyaan, seperti apakah PPP dapat memberikan solusi terbaik bagi penyelesaian persoalan kesejahteraan ekonomi, keadilan politik, penuntasan kasus hukum dan HAM, pemberantasan KKN, penciptaan rasa aman, penjaminan atas keberlangsungan pendidikan dan peningkatan SDM, serta apakah masalah publik dan layanan kemasyarakatan sudah terpenuhi atau tidak?
Untuk itulah, nantinya dalam platform PPP, setidaknya ada enam bidang yang harus menjadi bahasan seirus, yaitu; Pertama, Bidang Ekonomi. Bagaimana konsep PPP dalam mengatasi masalah pengangguran dan kemiskinan, hutang luar negeri, fluktuasi rupiah, dan inflasi. Lalu, bagaimana tentang penyelesaian masalah kredit macet dalam perbankan nasional, privatrisasi BUMN, krisis energi dan kemungkinan kenaikan BBM, bagaimana konsep PPP tentang ekonomi rakyat dan UKM, dan tentu bagaimana menerapkan ekonomi syariah sebagai alternatif bagi penyelsaian krisis ekonomi nasional. Yang lebih penting lagi, PPP perlu menyusun dan membantu pemerintah bagaimana agar iklim investasi di Indonesia berkembang, sehingga investor yang ada tidak pergi dan investor yang masih di luar bisa masuk dengan penuh semangat dan penuh harapan.
Kedua, Bidang Politik. PPP harus mempunyai konsep yang tegas tentang pemisahan dan konsekuensi antara jabatan atas jabatan publik dan pimpinan Partai Politik sebagai upaya untuk mengurangi moral hazard. PPP juga harus mempunyai panduan yang jelas mengenai bagaimana Pimpinan Wilayah dan Pimpinan Cabang memilih calon kKepala Daerah dari PPP dan bagaimana pula mengikuti rangkaian Pilkada secara santun, bermoral dan bermartabat. Dan, yang lebih penting bagaimana konsep politik Islam yang sesungguhnya, yang diusung PPP sebagai landasan serta sikap politiknya, apakah ditekankan pada perjuangan politik formal Islam seperti mengupayakan pemberlakuan Piagam Jakarta atau lebih fokus pada substansi ajaran Islam seperti pemberantasan korupsi.
Ketiga, Bidang Hukum dan HAM. Bagaimana PPP menyikapi berbagai persoalan hukum yang muncul belakangan ini, seperti masalah Pengadilan Tinggi yang menganulir Keputusan KPUD dalam Pilkada Depok, mafia peradilan, masalah pelanggaran HAM dalam Kasus trisakti dan Semanggi, dan lain sebagainya. PPP juga perlu mencarikan solusi yang tepat untuk menyelesaikan masalah Papua, dan juga meminilisir dampak negatif yang mungkin terjadi pasca kesepakatan damai antara pemerintah dan GAM.
Keempat, Bidang Pertahanan dan Keamanan. Dalam konteks ini PPP perlu mencarikan solusi atas konflik yang sering kali terjadi antara TNI dan kepolisian, moral hazard di kalangan tentara dan kepolisian, masalah separatisme dan konflik horizontal di berbagai daerah, dan lain sebagainya.
Kelima, Bidang Pendidikan dan Sosial Kemayarakatan. Apa konsep PPP dalam mensikapi sistem pendidikan yang compang-camping dan berganti-ganti, rendahnya kualitas SDM pendidik dan mutu pendidikan tinggi? Begitupun soal problem sosial, berupa maraknya peredaran narkoba dan pornografi, kekerasan pada anak dan wanita, serta kemiskinan.
Keenam, Bidang Pemerintahan dan Otonomi Daerah. Dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan, kita kerapkali melihat berbagai kebijakan pemerintah maupun produk-produk legislasi telah berubah menjadi sesuatu yang high interest sifatnya, atau memperoleh sorotan tajam dari berbagai lapisan. Rakyat dengan harapan besar dan kepekaan ekstra mencermati, apakah mereka akan dijadikan "martir" atau benar-benar diperjuangkan. Untuk itulah, tidak bisa tidak, platform PPP harus dapat merespon sikap dan tuntutan rakyat secara aktif sekaligus menggali berbagai permasalahan yang timbul sebagai bentuk kepedulian terhadap hak manusiawi rakyat. Tujuan pokok dari hal ini adalah bagaimana rakyat mendapatkan layanan publik dengan biaya yang murah dan dengan waktu sesingkat mungkin.

Merealisasikan Platform
Keberadaan platform partai dan konsistensi dalam mengimplementasikannya tentu merupakan investasi politik mahal yang hasilnya akan dapat dipetik dikemudian hari. Tidak saja berupa peningkatan suara pemilu, namun yang lebih penting adalah merupakan dasar berpijak menuju partai modern yang mampu berkiprah secara cerdas dan elegan dalam pentas politik nasional.
Untuk itu, platform tadi harus diterjemahkan lagi dalam agenda-agenda yang konkret dan aplikatif, sehingga ada tolak ukur yang jelas apakah platform tadi sudah dilaksanakan atau tidak. Kalau perlu, PPP membuat proyek percontohan bahwa apa yang diagendakan bukan isapan jempol belaka, melainkan bisa direalisasikan dalam kehidupan nyata. Sebagai contoh, dalam soal pendidikan, di mana kualitas SDM Indonesia masih rendah, PPP perlu membuat pelatihan-pelatihan keterampilan, di mana anak didik dilatih untuk bisa terampil dalam satu hal dan bisa mendorong yang bersangkutan untuk hidup dengan keterampilan tersebut. Dengan begitu, PPP bisa melahirkan anak muda yang tidak hanya bisa mencari pekerjaan, melainkan bisa bekerja secara mandiri, bahkan bisa membuka lapangan kerja.
Kalau setiap semester (6 bulan) masing-masing DPW PPP di seluruh Indonesia bisa melatih 30 anak muda, maka dalam satu tahun akan lahir ratusan bahkan ribuan pengusaha muda yang mandiri dan tangguh yang kelak menjadi harapan bangsa untuk menyelesaikan masalah pengangguran dan kemiskinan.

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda