Selasa, 07 Juli 2009

Tegaskan Platform PPP!

(Catatan untuk Agenda Mukernas III PPP)

Mulai 16-17 Juli, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menyelenggarakan Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) III di Jakarta. Sebagai forum musyawarah tertinggi setelah Muktamar, kegiatan ini memiliki arti strategis bagi perjalanan PPP di masa depan. Tidak saja bagi penyelesaian konflik internal seputar pro kontra waktu penyelenggaraan Muktamar V dan persiapan menghadapi ST MPR Agustus 2002, tetapi juga peran PPP dalam konstelasi politik nasional.

Event besar ini tentu diharapkan dapat memberi hasil nyata bagi partai, masyarakat dan negara. Setidaknya memberi peluang akan lahirnya sebuah kerja konkret yang nantinya dapat diimplementasikan dalam penuntasan agenda masalah bangsa. Wajar, jika kemudian muncul angan-angan agar forum ini tidak sekedar menghasilkan pernyataan sikap atas perkembangan politik yang ada; tetapi lebih dari itu mampu memberi penegasan kepada masyarakat akan cita-cita serta pandangan PPP dalam menata dan membangun kembali negara menuju masa depan. Karenanya, disamping agenda pokok berupa keputusan final penyelenggaraan Muktamar V Partai, agenda kedua yang jauh lebih penting dibicarakan adalah, penegasan soal platform PPP yang berisi tentang ide, gagasan, dan pandangan PPP secara menyeluruh tentang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Untuk agenda pertama, soal Muktamar V Partai, hampir pasti dapat diputuskan lebih dini. Beberapa fungsionaris DPP PPP dalam jumpa pers-nya seusai bertemu dengan Ketua Umum PPP Hamzah Haz (16/7), telah menegaskan bahwa Muktamar V Partai akan diselenggarakan awal 2003. Namun tidak demikian halnya pada agenda kedua, berupa platform Partai. Untuk soal ini, DPP PPP nampaknya perlu secara serius menjadikan forum Mukernas III sebagai media dalam merespon ide dan gagasan dari seluruh Pimpinan Wilayah terhadap posisi PPP dalam konstelasi politik nasional. Minimal, di forum inilah akan terjadi adu argumentasi seputar program-program nyata yang bermanfaat bagi semua pihak -- baik kader PPP maupun masyarakat umum --dengan lebih komprehensif, jelas dan definitif;

Kebutuhan akan platform partai dirasa semakin penting, ketika geliat PPP dalam mensikapi perkembangan dinamika politik nasional dan agenda masalah bangsa terlihat kerapkali mengabaikan kepentingan publik dan tuntutan reformasi. Bahkan, beberapa kebijakan dan statement yang dikeluarkan elite PPP kerapkali pula memberi penguatan jika PPP bukanlah partai reformis yang menjadi harapan rakyat. Padahal, sebagai pengemban agenda reformasi sekaligus misi moral Islam, tanggung jawab PPP seharusnya jauh lebih berat dibandingkan dengan parpol lain. PPP tidak hanya bertanggungjawab pada rakyat pemilih dan konstituennya, tetapi juga secara moral – sebagai partai berazas Islam – mengemban prinsip amar ma’ruf nahi munkar.

Ironisnya pengingkaran atas prinsip diatas hampir berulang berkali-kali. Contoh terakhir adalah gagalnya pembentukan Pansus Buloggate II, yang bagi sebagian besar masyarakat merupakan “tragic ending” yang memilukan bagi upaya pemberantasan korupsi. PPP, yang pada kasus Buloggate I menjadi pelopor sekaligus mendudukkan kadernya sebagai ketua pansus, pada kasus Buloggate II justru sejak jauh-jauh hari telah menentang keras pembentukan pansus; dengan alasan “serahkan pada proses pengadilan” serta “demi stabilitas politik.” Pada rapat paripurna yang diselenggarakan 1 Juli lalu, dari PPP hanya Lukman Hakim Saefudin yang tetap mempunyai hati nurani dan menerima pembentukan Pansus, sementara selebihnya, menolak !

Pertanyaannya kemudian, bagaimana mungkin PPP bisa begitu percaya dengan proses pengadilan, padahal cerita di pengadilan seringkali jauh dari realitas sebenarnya. Logika, “demi supremasi hukum maka jangan campuri pengadilan”, menjadi tidak relevan dengan banyaknya kejanggalan dalam penyelesaian kasus tersebut. Lantas, jika stabilitas politik yang dijadikan sandaran PPP; tentu akan timbul kembali pertanyaan, mana sesungguhnya yang dipilih PPP, kekuasaan sesaat atau clean government ? berpihak pada kepentingan kelompok tertentu ataukah rakyat ?

Satu contoh mutakhir tersebut, memberi gambaran bahwa PPP belum mempunyai platform yang jelas mengenai pemberantasan KKN, bahkan mungkin sejumlah agenda bangsa lain, baik masalah ekonomi, politik, pendidikan, sosial budaya, dan hankam. Padahal, sejatinya parpol, ketidakmampuannya merespon permasalahan bangsa secara genial dan lugas, jelas akan berpengaruh dalam menarik simpati rakyat. Begitupun jika sikap yang ditunjukkan PPP juga mengingkari tuntutan rakyat. Dapat dipastikan, citra diri (self image) sebagai parpol berazas Islam yang menjunjung tinggi akhlak al-karimah dan nilai-nilai kebenaran, perlahan-lahan tentu akan pudar dari ingatan kolektif rakyat. Dan, itulah harga mahal yang harus dibayar, jika sikap PPP hanya diorientasikan pada kebutuhan kekuasaan, bukan pada tuntutan hati nurani rakyat.

Platform partai menjadi kebutuhan yang tak bisa ditawar, setidaknya untuk mencegah penyimpangan atas agenda reformasi yang telah digariskan oleh elemen mahasiswa, rakyat, dan konstituen PPP. Timbulnya bermacam pertanyaan dari rakyat di daerah seputar ketidakkonsistenan PPP dalam merespon tuntutan reformasi, sungguh sangat sulit dijawab oleh para pengurus di Pimpinan Wilayah dan Cabang. Apa yang harus dijawab oleh kader-kader partai di daerah, jika para elite-nya di pusat justru melakukan pengingkaran terhadap agenda reformasi. Karenanya, jika ada panduan menyeluruh tentang strategi penyelesaian agenda masalah bangsa oleh PPP, jelas akan memudahkan fungsi kontrol yang akan dilakukan oleh Pimpinan Wilayah, Cabang, dan konstituen PPP terhadap kebijakan-kebijakan yang digulirkan oleh DPP PPP maupun Fraksi PP di DPR.

Keberadaan platform yang tegas dan komprehensif menjadikan rakyat lebih mudah menilai secara menyeluruh, rasional dan objektif. Karena, yang harus diingat, saat ini rakyat adalah komunitas cerdas yang tak mudah ditipu dengan retorika janji kampanye. Rakyat kini telah mempunyai keberanian mengkritisi dan memberi hukuman atas pelanggaran janji kampanye parpol. Parpol yang lalai dengan janji yang disuarakan saat kampanye bisa jadi segera ditinggalkan konstituennya dan mengharamkannya untuk dipilih di Pemilu tahun berikutnya.

Untuk itu, menyambut Pemilu 2004, forum Mukernas III harus dijadikan awal berpijak untuk secara sungguh-sungguh menyelesaikan agenda pembahasan platform partai. Memang, kita tentu tidak berharap bahwa platform hanya diperuntukkan menarik massa ketika Pemilu 2004. Lebih dari itu, platform harus merupakan jati diri dari langkah politik PPP dalam kehidupan bernegara. Dengan platform, rakyat diajak berkomunikasi secara verbal dan argumentatif dalam menyikapi agenda masalah bangsa. Rakyat-pun dibiasakan melihat partai bukan karena kharisma seseorang, tetapi kecerdasan ide dan gagasannya. Karena demokrasi sesungguhnya bukan janji kampanye pemilu tetapi “perang intelektual” melalui kecerdasan dalam mencetuskan platform, dan mengimplementasikannya melalui langkah politik secara konsekuen.

Lantas, bagaimana bentuk sesungguhnya platform PPP tersebut ? Tentu, platform yang dibangun harus dengan landasan sikap akhlaq al-karimah dan amar ma’ruf nahi munkar. Aksentuasi platform dibingkai oleh falsafah nilai-nilai luhur Islam. Karena, disinilah, awal citra partai dibangun, dari perpaduan kondisi politik riil dan dasar falsafah dengan upaya pemenuhan hak manusiawi rakyat. Hak manusiawi rakyat disini menyangkut; apakah PPP dapat memberikan solusi terbaik bagi penyelesaian persoalan kesejahteraan ekonomi, keadilan politik, penuntasan kasus hukum dan HAM, pemberantasan KKN, penciptaan rasa aman, penjaminan atas keberlangsungan pendidikan dan peningkatan SDM; serta persoalan prinsipil menyangkut masalah publik dan layanan kemasyarakatan.

Untuk itulah, nantinya dalam platform PPP, setidaknya ada lima bidang yang harus menjadi bahasan seirus; pertama, bidang ekonomi. Bagaimana konsep PPP dalam mengatasi krisis ekonomi dan kinerja perbankan nasional, hutang luar negeri, fluktuasi rupiah, dan inflasi. Lalu, tentang penyelesaian masalah utang konglomerat dalam PKPS, privatisasi BUMN. Bagaimana konsep PPP tentang ekonomi rakyat dan UKM, dan tentu bagaimana menerapkan ekonomi syariah sebagai alternatif bagi penyelsaian krisis ekonomi nasional.

Kedua, bidang politik. PPP harus mempunyai konsep yang tegas tentang pemisahan dan konsekuensi antara jabatan atas jabatan publik dan pimpinan parpol; sikap politik terhadap tokoh-tokoh Islam yang mendapat cap fundamentalis dan ditahan dalam kasus Ambon atau mendapat sorotan tajam AS pasca kasus WTC. Di lain hal, bagaimana sikap PPP dalam mensikapi sikap Megawati yang kerapkali “berpaling muka” jika menyangkut masalah Islam, dalam memposisikan Hamzah Haz sebagai bempernya. Dan, yang lebih penting bagaimana konsep politik Islam yang sesungguhnya, yang diusung PPP sebagai landasan serta sikap politiknya. Apakah tetap memahami Piagam Jakarta sebagai satu keharusan, atau dengan desain serta model pendekatan lain.

Ketiga, bidang hukum dan HAM. Bagaimana PPP menyikapi Buloggate II, Kasus Tommy, pengadilan HAM perwira TNI terkait kasus Timtim, kekerasan rakyat miskin kota oleh aparat, penggusuran PKL, ataupun kasus korupsi para konglomerat hitam.

Keempat, bidang hankam. Bagaimana PPP menyikapi tuntutan atas diperbolehkannya TNI/Polri menggunakan hak pilih dan dipilih. Sikap PPP soal naiknya anggaran belanja peralatan perang, pendidikan SDM TNI/Polri, konsep pertahanan darat, laut, udara.

Kelima, bidang sosial pendidikan. Apa konsep PPP dalam mensikapi sistem pendidikan yang compang-camping dan berganti-ganti, rendahnya kualitas SDM pendidik dan mutu pendidikan tinggi. Begitupun soal problem sosial, berupa maraknya peredaran narkoba dan pornografi, kekerasan pada anak dan wanita, serta kemiskinan.

Begitu pula dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan. Kita kerapkali melihat berbagai kebijakan pemerintah maupun produk-produk legislasi telah berubah menjadi sesuatu yang high interest sifatnya, atau memperoleh sorotan tajam dari berbagai lapisan. Rakyat dengan harapan besar dan kepekaan ekstra mencermati, apakah mereka akan dijadikan “martir” atau benar-benar diperjuangkan. Untuk itulah, tidak bisa tidak, platform PPP harus dapat merespon sikap dan tuntutan rakyat secara aktif sekaligus menggali berbagai permasalahan yang timbul sebagai bentuk kepedulian terhadap hak manusiawi rakyat.

Keberadaan platform partai dan konsistensi dalam mengimplementasikannya tentu merupakan investasi politik mahal yang hasilnya akan dapat dipetik dikemudian hari. Tidak saja berupa peningkatan suara pemilu, namun yang lebih penting adalah merupakan dasar berpijak menuju partai modern yang mampu berkiprah secara cerdas dan elegan dalam pentas politik nasional.

Jombang, 18 Juli 2002

A. Hafidz Ma’soem

Ketua DPW Partai Persatuan Pembangunan, JAWA TIMUR

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda